Laman

Jumat, 04 April 2014

Asuhan Keperawatan Ibu Bersalin Kala II



ASKEP IBU BERSALIN KALA II
MAKALAH INI DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS MATERNITAS



DISUSUN OLEH:
1.    ACHMAD BAYU PRATAMA             [12.043]
2.    DAVID ROZIQIN                                 [12.052]
3.    MIFTAKHUL ULUM                           [12.068]
4.    ROHMAH                                             [12.080]
5.    SHOFIYUN NISWAH                          [12.081]


PEMERINTAH KOTA PASURUAN
AKADEMI KEPERAWATAN

2014

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas ijin dan ridho-Nya kami dapat menyelesaikan penulisan makalah “ASKEP IBU BERSALIN KALA II” ini dengan baik. Makalah ini disusun sebagai tugas Mata Kuliah MATERNITAS.
Dalam penyusunan makalah ini tentunya tidak lepas dari adanya bantuan dari pihak tertentu, oleh karena itu kami tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada orang tua kami, guru pembimbing kami, dan teman-teman kami yang telah membantu kami menyelesaikan makalah ini. 
Dalam penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahannya serta jauh dari kesempurnaan. Oleh karenanya, kami sebagai penyusun sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat untuk para pembaca.


Maret, 2014
Penulis



DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................  i
Daftar Isi ...............................................................................................  ii
BAB I  PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................  2
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................... 2
BAB II  PEMBAHASAN
2.1  Definisi Persalinan Kala II ...............................................................  3
2.2  Asuhan Keperawatan Pada Ibu Bersalin Kala II.............................. 3
a. Pengkajian                                                                                      3
b. Diagnosa Keperawatan................................................................. 5
c. Hasil Akhir Yang Diharapkan....................................................... 6
d. Perawatan Kolaboratif.................................................................. 7
e. Evaluasi                                                                                          19
2.3 Tabel                                                                                                   20
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan .......................................................................................  22
3.2 Saran .................................................................................................  22
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................      23

BAB I
PENDAHULUAN
1.1         Latar Belakang
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan, melalui jalan lahir atau melalui jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan. (Ilmu Kebidanan, Gde Manuaba).
Persalinan adalah proses pergerakan keluar janin, plasenta dan membran dari dalam rahim melalui jalan lahir (Bobak, 2005).
Persalinan itu sendiri dibagi menjadi tahap-tahap yang biasa di sebut Kala. Ada 4 kala dalam persalinan, yaitu:
1.      Kala I, pendataran serviks dimulai dari kontraksi uterus yang regular sampai lengkap.
2.      Kala II, Pengeluaran janin mulai pembukaan lengkap sampai dengan lahir janin.
3.      Kala III, Pelepasan dan pengeluaran plasenta, berlangsung dari lahir janin sampai plasenta lahir.
4.      Kala IV, 1-2 jam setelah lahir plasenta harus di observasi fase pemlihan mencapai homeostasis.
Dalam hal ini kami mengangkat tahap persalinan yang kedua, yaitu Kala II, kala ini merupakan inti dari sebuah persalinan. Dimana pada tahap ini, janin dikeluarkan dari rahim. Sangat penting di ketahui proses terjadinya.


1.2         Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, rumusan masalah dari pembuatan makalah ini yaitu “Bagaimanakah asuhan keperawatan yang mencakup pengkajian, diagnose, kriteria hasil, perawatan kolaboratif, mekanisme kelahiran serta evaluasi pada ibu bersalin kala 2?”
1.3         Tujuan Penulisan
1.        Mengetahui fase-fase persalinan pada Kala II.
2.        Mengetahui persiapan-persiapan yang diperlukan pada persalinan kala II.
3.        Mengetahui proses persalinan terjadi.
4.        Mengetahui asuhan keperawatan pada Kala II.









BAB II
PEMBAHASAN
2.1         Definisi Persalinan Kala II
Tahap kedua persalinan adalah tahap dimana janin dilahirkan. Tahap ini dimulai dari dilatasi serviks lengkap (10cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Telah dijelaskan bahwa tahap ini terdiri dari dua atau tiga fase. Fase-fase ini ditandai dengan perilaku verbal dan nonverbal ibu, kondisi aktivitas uterus, keinginan untuk mengedan, dan penurunan janin. Fase pertama dimulai ketika wanita menyatakan bahwa ia ingin mengedan, biasanya pada puncak kontraksi. Wanita mungkin mengeluhkan peningkatan nyeri, tetapi di antara waktu kontraksi ia tenang dan sering kali memejamkan matanya. Pada fase kedua, wanita semakin ingin mengedan dan sering kali mengubah posisi untuk mencari posisi mengedan yang lebih nyaman. Usaha mengedan menjadi ritmik. Wanita sering kali member tahu saat awal kontraksi dan semakin bersuara sewaktu mengedan. Pada fase ketiga, bagian presentasi sudah berada di perineum dan usaha mengedan menjadi paling efektif untuk melahirkan. Wanita akan lebih banyak mengungkapkan rasa nyeri yang dirasakan secara verbal dengan menjerit atau memaki-maki dan mungkin bertindak di luar kendali(Aderhold, Robert, 1991). Wanita perlu di dorong dengan memeperhatikan tubuhnya seiring masuk ke tahap kedua persalinan.
2.2         Asuhan Keperawatan Pada Ibu Bersalin Kala II
a.      Pengkajian.
Tanda objektif yang pasti bahwa tahap kedua persalinan telah dimulai adalah melalui pemeriksaan dalam, yakni pemeriksa tidak dapat lagi meraba serviks (Myles, 1989). Tanda-tanda lain yang menunjukkan tahap kedua telah dimulai adalah sebagai berikut:*
1.      Muncul keringat tiba-tiba di bibir atas
2.      Muntah
3.      Aliran darah (show) meningkat
4.      Ekstremitas gemetar
5.      Semakin gelisah; ada pernyataan “Saya tidak tahan lagi”
6.      Usaha mengedan yang involuter
*Apabila wanita mendapat blok epidural, ia mungkin tidak menunjukkan tanda-tanda awal tahap kedua.
Tanda-tanda ini seringkali mucul pada saat serviks berdilatasi lengkap (Myles,1989; Scott dkk,1990). Indikator lain untuk mengkaji kemajuan setiap fase tahap kedua dapat ditemukan pada tabel 2.1.
Pengkajian dilakukan terus – menerus selama tahap kedua persalinan. Protokol rumah sakit memberi pedoman tipe dan waktu pengkajian.
Durasi Tahap Kedua
Masih ada banyak perdebatan tentang lama tahap kedua yang tepat dan batas waktu yang dianggap normal. Kurva Friedman untuk wanita nulipara dan multipara sering dipakai untuk menilai kemajuan tahap kedua. Tahap kedua yang berlangsung lebih dari dua jam pada kehamilan pertama dan 1 1/2 jam pada kehamilan berikutnya dianggap abnormal dan harus dilaporkan kepada pemberi jasa kesehatan. Faktor lain yang harus dipertimbangkan adalah pola DJJ, penurunan bagian presentasi, kualitas kontraksi uterus, dan pH darah kulit kepala janin (Maha,McKay,1984). Berdasarkan data Friedman, batas dan lama tahap kedua persalinan berbeda-beda, tergantung pada paritasnya.*
Paritas
Rentang (menit)
Rata-Rata (menit)
Kehamilan Pertama
25 sampai 75
57
Kehamilan Kedua
13 sampai 17
14,4
*Durasi tahap kedua dapat lebih lama pada wanita yang mendapat blok epidural dan menyebabkan hilangnya reflek mengedan.
Tanda-Tanda Masalah Potensial
Tahap kedua yang berkepanjangan (lihat pembahasan sebelumnya) dilaporkan kepada pemberi jasa kesehatan. Tanda dan gejala kelahiran segera dapat muncul tanpa diduga dan membutuhkan tindakan segera dari perawat.
b.      Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan mengarahkan tindakan keperawatan yang diperlukan. Sebelum menegakkan diagnosis, perawat menganalisis makna semua pemeriksaan yang dilakukan. Berikut adalah beberapa diagnosa keperawatan yang menunjukkan hal-hal yang penting diperhatikan selama tahap kedua :
§  Resiko tinggi cedera pada ibu dan janin yang berhubungan dengan penggunaan maneuver valsava secara kontinu.
§  Rendah diri situasional yang berhubungan dengan,
o   Kurang pengetahuan tentang efek normal dan efek menguntungkan bersuara (vokalisasi) selama mengedan,
o   Ketidakmampuan untuk bertahan dalam proses melahirkan tanpa obat.
§  Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan pengarahan persalinan yang berlawanan dengan keinginan fisiologis wanita untuk mengedan.
§  Nyeri yang berhubungan dengan usaha mengedan dan distensi perineum.
§  Ansietas yang berhubungan dengan ketidakmampuan mengendalikan defekasi saat mengedan.
§  Ansietas yang berhubungan dengan deficit pengetahuan dalam hal tidak mengetahui sebab-sebab sensai pada perineum,
§  Resiko tinggi cedera pada ibu yang berhubungan dengan posisi tungkai ibu pada penopang kaki tidak tepat,
§  Rendah diri situasional pada ayah yang berhubungan dengan ketidakmampuan mendukung ibu dalam tahap akhir persalinan.
c.       Hasil Akhir yang Diharapkan
Perencanaan tahap kedua dan ketiga persalinan dilakukan pada tahap pertama. Apabila ditetapkan sebelumnya, hasil akhir tersebut dapat dimodifikasi seiring kemajuan tahap persalinan.
Hasil akhir yang diharapkan pada wanita yang berada dalam tahap kedua persalinan mencakup :
1.      Berpartisipasi aktif dalam proses persalinan.
2.      Tidak mengalami cedera selama proses persalinan (begitu juga dengan janin).
3.      Memperoleh rasa nyaman dan dukungan dari anggota keluarga.

d.      Perawatan Kolaboratif
Perawat menerapkan rencana untuk memantau secara kontinu peristiwa pada tahap kedua dan mekanisme persalinan, respon fisiologis dan respon emosi ibu pada tahap kedua serta respon janin terhadap stress pada tahap kedua.
Perawat terus melakukan upaya untuk meredakan nyeri ibu, seperti mengubah posisi, memberi perawatan mulut, menjaga kebersihan ranjang agar tetap kering, dan menghindari keributan dan suara percakapan diluar, atau hal-hal lain yang mengganggu konsentrasi (seperti tertawa, pembicaraan staf di dalam atau di luar kamar bersalin). Wanita dianjurkan untuk memberi tahu tindakan lain yang diperlukan.
Apabila ibu dipindahkan ke daerah lain untuk melahirkan, perawat berusaha memindahkannya cukup dini untuk menghindarkan ketergesaan. Kamar bersalin juga harus dipersiapkan untuk persalinan.
Pertimbangan Prenatal
Suplai, Instrumen, dan Perlengkapan
Di setiap tempat untuk menyiapkan persalinan, biasanya meja persalinan atau case cart dipersiapkan selama fase transisi pada wanita nulipara dan selama fase aktif pada wanita multipara.
Meja persalinan disiapkan dan instrumen disusun di atas meja instrumen disusun di atas meja instrumen. Prosedur standar diterapkan dalam menyiapkan sarung tangan, mengidentifikasi dan membuka  kemasan steril, menambahkan bahan steril ke meja instrumen, dan membuka serta memberi instrumen steril  kepada pemberi jasa kesehatan. Tempat bayi dan peralatannya telah disiapkan untuk menjaga bayi stabil.
Berikut adalah saran untuk menyiapkan persalinan. Peralatan yang tersedia dapat berbeda-beda pada setiap fasilitas kesehatan. Oleh karena itu anda perlu melihat protokol petunjuk prosedur di masing-masing fasilitas kesehatan.
1.      Alat – alat untuk menyikat : sikat untuk menggosok, sikat kuku, bahan pembersih, dan masker dengan pelindung atau kaca mata pelindung, jika ada.
2.      Hal-hal berikut telah dilakukan :
a.       Gaun dan sarung tangan steril untuk pemberi jasa kesehatan, selimut dan handuk steril untuk menyelimuti wanita dan instrumen serta bahan steril lain (seperti tabung suntik, benang jahit dan larutan anastetik) disusun diatas meja steril sehingga dengan mudah dapat digunakan.
b.      Wadah dan air steril untuk mencuci tangan selama proses melahirkan disiapkan untuk digunakan.
c.       Bahan untuk membersikan vulva tersedia (wadah steril, air steril , larutan pembersih).
b.      Daerah persalinan dihangatkan dan bebas dari penutup
a.       Bahan untuk mengidentifikasi bayi tersedia.
b.      Selimut dan ranjang bayi yang dihangatkan tersedia. Bahan untuk perawatan profilaksis mata bayi dan suntikan vitamin K tersedia.
3.      Semua perlengkapan dapat berfungsi dengan baik : meja bersalin (ranjang atau kursi), lampu di atas kepala dan cermin.
4.      Perlengkapan kedaruratan, anastesia, laringoskop dan bahan – bahan tersedia dan fungsi dengan baik jika diperlukan dalam keadaan darurat, seperti mengontrol perdarahan ibu atau mengontrol disres pernapasan bayi.
5.      Bahan tambahan (anestetik, oksitosik, untuk injeksi dan konsep kebidanan) tersedia.
6.      Catatan medis wanita terbaru dan siap dipakai di dalam kamar bersalin. Di tempat seperti unit bersalin pencacatan dilakukan begitu gejala ditemukan, pengkajian dilakukan dan perawatan diberikan. Pencacatan lengkap harus dilakukan setiap waktu.
Posisi Ibu
Wanita mungkin ingin melakukan beberapa posisi seperti jongkok (Scherer, 1989; Gardosi, Sylvester, Lynch, 1989; Andrews, Chrzanowski, 1980; McKay, Robert, 1990). Untuk posisi ini dibutuhkan alas yang keras dan wanita membutuhkan penyangga samping. Pada ranjang bersalin, tersedia palang untuk membantu wanita berjongkok. Posisi yang lain adalah posisi berbaring miring dengan tungkai atas ditahan oleh perawat atau pemimpin persalinan atau diletakkan di atas bantal. Sebagian wanita menyukai posisi fowler (dapat dilakukan menggunakan bantal penyangga berbentuk baji atau ditopang oleh ayah/pasangan yang mendukungnya). Sebagian yang lain, menyukai posisi tangan dan lutut atau posisi berdiri saat mengedan. Apabila seorang wanita berada dalam posisi berdiri, dengan beban tubuh bertumpuh pada kedua kaput femur, tekanan pada asetabulum akan menambah diameter tranversal pintu bawah panggul sampai satu cm. Hal ini akan bermanfaat, jika penurunan kepala lambat karena oksiput gagal berputar dari posisi lateral (diameter tranversa panggul) ke posisi anterior ( Liu,1989).
Wanita juga ingin duduk ke toilet untuk mengedan karena banyak wanita khawatir akan mengalami inkontinensia fese pada tahap ini. Wanita ini harus dipantau ketat dan dipindahkan dari toilet sebelum persalinan terjadi.
Ranjang dan Kursi Bersalin
Ranjang bersalin dapat berubah bentuknya sesuai kebutuhan ibu. Wanita dapat berjongkok, berlutut, setengah duduk atau duduk, mengambil posisi yang paling nyaman untuknya. Dengan demikian, ranjang ini juga memungkinkan posisi yang sangat baik untuk pemeriksaan, penempatan elektroda, pengambilan sample dari kulit kepala janin, dan untuk persalinan. Kursi tempat tidur juga dapat digunakan dan dapat memberi posisi fisiologis yang lebih baik sewaktu melahirkan anak, meskipun sebagian wanita merasa dibatasi oleh kursi. Ada keuntungan fisiologis dan psikologis pada posisi tegak. Ibu dapat melihat berlangsungnya persalinan dan juga dapat mempertahankan kontak langsung dengan orang-orang yang menemaninya. Kebanyakan kursi dirancang sedemikian rupa sehingga jika terjadi keadaan darurat, posisi kursi dapat di ubah menjadi horizontal atau posisi trendelenburg. Beberapa bukti menunjukkan adanya kemungkinan perdarahan paska partum yang lebih tinggi akibat pemakaian kursi. Kursi pendek bersalin juga dapat dipakai (Waldenstrom,Gottvall,1991).
Upaya Mengedan
Saat kepala mencapai dasar panggul, kebanyakan wanita akan memiliki keinginan untuk mengedan. Secara otomatis wanita akan mulai mendorong kebawah dengan mengontraksi otot-otot abdomennya, sementara dasar panggulnya berelaksasi. Usaha mengedan merupakan respon refleks involunter terhadap tekanan bagian presentasi pada reseptor regangan otot panggul. Bunyi pengeluaran napas yang keras mungkin menyertai dorongan ini (McKay, Roberts,1990). Apabila anda memimpin wanita untuk mengedan, sebaiknya anda mendorong wanita untuk mengedan saat mereka merasa ingin mengedan daripada memberi arahan untuk mengedan terlalu lama (Thompson,1993). Perawat memantau pernapasan wanita sehingga wanita tidak menahan napas lebih dari lima detik setiap kali mengedan. Menahan napas terlalu lama dapat memicu terjadinya manufer valsava yang diakibatkan penutupan glottis sehingga meningkatkan tekanan intratoraks dan kardiovaskuler (Metzer,therrien,1990). Selain itu, menahan napas lebih dari lima detik mengurangi perfusi oksigen ke plasenta dan menyebabkan hipoksia janin. Perawat mengingatkan wanita untuk mengambil napas dalam untuk mengisi kembali paru – paru setiap kali kontraksi selesai.
Untuk memastikan persalinan kepala janin berjalan lambat, perawat menganjurkan wanita untuk mengendalikan keinginannya untuk mengedan. Keinginan untuk mendorong dikendalikan dengan mengarahkan wanita untuk bernapas pendek dan cepat keras atau menghembuskan napas perlahan – lahan melalui bibir sewaktu kepala bayi muncul. Wanita hanya membutuhkan arahan yang sederhana dan jelas dari satu orang pemimpin.
Amnesia diantara kontraksi sering dialami pada tahap kedua dan wanita mungkin perlu disadarkan untuk bekerja sama dalam proses mengedan.
Denyut Jantung Janin
Seperti telah dibahas sebelumnya, DJJ harus diperiksa. Apabila denyut mulai melambat atau jika variabilitas menurun, harus segera dilakukan tindakan. Wanita dapat diminta untuk berbaring miring untuk mengurangi tekanan vena kava asenden dan aorta desenden pada uterus dan oksigen dapat diberikan dengan masker pada kecepatan 10 sampai 12 L/ menit. Seringkali hanya diperlukan hal ini untuk memulihkan DJJ ke kondisi normal. Apabila DJJ tidak segera kembali normal, pemberi jasa kesehatan harus segera diberi tahu karena mungkin diperlukan intervensi medis untuk mempercepat kelahiran.
Dukungan Ayah/Pemimpin
Selama tahap kedua, wanita perlu dukungan dan arahan terus-menerus. Karena proses pengarahan dapat secara fisik dan emosional melelahkan ayah/pemimpin (Jordan, 1990; Malestic, 1990; Queenan, 1990), perawat dapat menawarkan makanan dan minuman ringan serta istirahat. Pendukung yang menemani persalinan dalam ruang bersalin harus menaati peraturan, seperti mengenakan gaun penutup atau masker, topi, atau pelindung sepatu. Keterangan lain yang juga dapat disampaikan kepada pendukung adalah tindakan khusus untuk mendukung wanita yang sedang bersalin dan menunjukkan tempat pasangan dapat bergerak bebas. Apabila kelahiran terjadi di ruang bersalin, melahirkan, pemulihan (labor, delivery, recovery [LDR]) atau ruang bersalin, melahirkan, pemulihan dan pascapartum (LDRP), pasangan biasanya mengenakan pakaian yang bisa digunakannya.
Pasangan dianjurkan hadir  pada saat kelahiran bayi mereka jika ini sesuai dengan kebudayaan mereka. Keintiman psikologis unit keluarga dipelihara dan pasangan dapat terus memberi dukungan perawatan yang diperlukan selama persalinan. Ibu dan pasangannya memerlukan kesempatan yang sama untuk memulai proses ikatan batin dengan bayi mereka.

Melahirkan di Ruang Bersalin atau di Ruang Tempat Melahirkan.
Seorang wanita yang harus dipindahkan dari ranjang bersalin ke meja tempat melahirkan akan memerlukan bantuan. Apabila hal ini dilakukan di antara waktu kontraksi, ibu dapat membantu, tetapi karena ia merasa kikuk, ia tidak diminta untuk bertindak dengan cepat.
Posisi untuk melahirkan dapat berupa posisi sims (pada posisi ini pendamping perlu menopang tungkai bagian atas), posisi dorsal, atau posisi litotomi.
Posisi litotomi adalah posisi yang paling sering dipilih dalam budaya Barat, meskipun belakangan ini secara perlahan sudah berubah. Posisi litotomi memudahkan pemberi jasa kesehatan menghadapi berbagai komplikasi yang timbul. Bokong ditempatkan di tepi meja dan tungkai ditempatkan pada penyangga tungkai. Bantal penyangga harus di perhatikan; angkat dan tempatkan kedua tungkai secara bersamaan dan atur penyangga sehingga betis tungkai disangga. Tidak boleh ada tekanan pada daerah poplitea. Apabila penyangga tidak sama tinggi, ligament pada punggung wanita dapat teregang sewaktu ia mengedan. Regangan ini dapat menimbulkan nyeri setelah melahirkan. Bagian bawah meja dapat diturunkan ke bawah dan di dorong masuk ke bawah meja.
Posisi untuk melahirkan di dalam ruang LDR atau LDRP bervariasi, dari posisi litotomi dengan tungkai bertumpu pada penyangga, kaki istirahat pada tempat istirahat kaki, palang untuk posisi berjongkok, sampai posisi miring dengan tungkai ditempatkan pada palang sehingga dapat berjongkok. Kaki ranjang dapat dipindahkan. Ini dilakukan sewaktu pemberi jasa kesehatan yang membantu proses melahirkan membutuhkan ruang gerak untuk mencapai perineum dengan lebih baik saat melakukan episiotomi. Apabila tidak, kaki ranjang dapat dibiarkan pada tempatnya dan sedikit diturunkan sehingga memberi ruang untuk proses kelahiran dan menjadi penadah bayi yang baru lahir.
Pada saat wanita ditempatkan pada posisi untuk melahirkan, vulva dicuci bersih dengan sabun dan air atau disemprot dengan desinfektan untuk mencegah kontaminasi bakteri. Pemberi jasa kesehatan mengenakan topi dan masker yang memiliki pelindung mata, serta pelindung sepatu. Perawat yang mendampingi persalinan juga perlu mengenakan pelindung mata, gaun, dan sarung tangan, kemudian ibu dapat ditutup dengan handuk dan kain steril.
Perawat sirkulasi terus memimpin dan menyemangati wanita. Perawat mengauskultasi DJJ setiap 5 – 15 menit atau terus melakukan pemantauan elektronik dan memberi tahu pemberi jasa kesehatan mengenai laju denyut dan ketidakteraturannya. Perlengkapan untuk memeriksa tekanan darah harus dapat digunakan setiap saat jika terjadi tanda – tanda syok. Sewaktu wanita mengedan, pembacaan tekanan darah dapat terganggu (meningkat) karena meningkatnya tekanan pada toraks dan abdomen. Pemeriksaan tekanan darah dilakukan setelah wanita melahirkan, sebelum wanita dipindahkan ke ruang pemulihan. Pemberian oksitosik, seperti pitosin, perlu disiapkan setelah plasenta lahir. Perawat mencatat semua hasil observasi dan prosedur pada catatan wanita tersebut.
Hubungan dengan orangtua terus dijaga dengan memberi sentuhan, kata-kata yang menenangkan, memberi keterangan tentang alasan perawatan, dan turut serta dalam kebahagiaan orang tua dengan kelahiran anak mereka. Perawat memperhatikan dan mencatat waktu kelahiran (misal, ketika bayi dilahirkan lengkap).
Mekanisme Melahirkan: Presentasi Verteks
Umumnya, persalinan ditangani oleh ahli kebidanan atau perawat – bidan yang memiliki sertifikat. Akan tetapi, dalam keadaan tertentu seorang perawat terpaksa harus menolong seorang wanita atau pasangannya, perawat menilai tanda-tanda utama persalinan. Sewaktu serviks telah berdilatasi lengkap, terjadilah penurunan kepala. Verteks akan maju pada setiap kontraksi berhenti; penurunan berlangsung konstan dan pada akhir tahap kedua, kepala akan mencapai dasar panggul. Penonjolan perineum terjadi selama tahap penurunan, yaitu ketika bagian presentasi janin meregang perineum, tetapi masih belum terlihat pada introitus. Meskipun kepala makin lama makin terlihat setiap kali wanita mengedan, tetapi crowning baru terjadi jika bagian terlebar kepala (diameter biparietal) meregang vulva sesaat sebelum bayi lahir. Sesaat sebelum lahir, otot perineum menjadi sangat tegang. Apabila perlu dilakukan episiotomi, inilah saat melakukannya supaya kerusakan jaringan lunak minimal. Kepala dilahirkan melalui ekstensi dan setelah lahir berestitusi (kembali ke posisi semula) dengan bahu. Bahu berotasi di dalam sehingga berada pada diameter antereo posterior panggul; terlihat rotasi eksternal kepala. Tubuh dilahirkan melalui fleksi lateral.
Tiga fase kelahiran spontan pada janin dengan presentasi verteks adalah (1) kelhiran kepala, (2) kelahiran bahu, dan (3) kelahiran tubuh dan anggota gerak.
Kelahiran Kepala
Pertama-tama muncul verteks, diikuti dahi, muka, dagu dan leher. Kecepatan lahirnya kepala harus dikendalikan karena kelahiran kepala yang mendadak dapat menimbulkan robekan hebat sampai ke sfingter ani atau bahkan sampai ke rektum ibu. Pemberi jasa kesehatan mengendalikan kelahiran kepala dengan  cara (1) memberi tekanan ke arah rektum, menarik ke bawah untuk membantu fleksi kepala sewaktu kepala bagian belakang berada di bawah simfisis pubis; (2) memberi tekanan ke atas dari daerah koksigeus untuk meluruskan kepala sewaktu kelahiran sebenarnya berlangsung sehingga otot perineum terlindungi dan (3) membantu ibu melakukan kendali volunter usaha mengedan  dengan memimpinya bernapas pendek dan cepat. Selain itu, untuk melindungi jaringan ibu, harus diusahakan agar kelahiran berlangsung tahap demi tahap untuk mencega cedera intrakranial pada bayi.
Selaput ketuban mungkin belum pecah sebeum bayi lahir. Selama kehiran kepala, membran ini tampak sebagai topi yang menutupi kepala. Topi selaput amnion yang masih utuh dan menutupi kepala sewaktu lahir dikenal sebagai kaul. Di Skotlandia, seorang anak yang dilahirkan dengan kaul dianggap mempunyai karunia “penglihatan kedua”.
Tali pusat selalu melilit leher (korda nukal), tetapi jangan sampai ketat hingga menimbulkan hipoksia. Pemberi jasa kesehatan harus melepas tali pusat dengan perlahan dari kepala. Apabila lilitan ketat atau jika ada lilitan kedua, maka tali pusat diklem dua kali, putuskan diantara dua klem dan lepaskan dari lilitan leher sebelum melanjutkan proses melahirkan. Lendir, darah atau mekonium pada saluran hidung atau mulut dapat menghambat bayi untuk bernapas. Untuk itu dapat dipakai kasa basah yang diusapkan pada hidung dan mulut. Balon pompa dimasukkan ke dalam mulut dan ofaring untuk menyedot isi mulut dan ofaring. Selanjutnya, ke dua lubang hidung dibersihkan sambil menyangga kepala.
Selama persalinan, jika mekonium terkandung dalam cairan amnion, penghisap DeLee dihubungkan dengan saluran penghisap. Pemberi jasa kesehatan tidak boleh menggunakan alat DeLee dan penghisap mulut untuk mengisap cairan dari bayi jika alat tersebut tidak mengisolasi lendir dari saluran udara bayi. Infeksi perinatal paling sering ditransmisi melalui kontak dengan cairan tubuh. Oleh karena itu, adalah penting setiap tenaga kesehatan menggunakan sarung tangan ketika kontak dengan cairan tubuh wanita  melahirkan atau memegang bayi.
Kelahiran Bahu
Sebelum dapat dilahirkan, bahu harus masuk ke dalam pintu atas panggul. Rotasi internal bahu harus terjadi lebih dahulu disertai restitusi dan rotasi eksternal kepala, sehingga bahu sekarang berada pada diameter anteroposterior pintu atas panggul. Bahu sekarang dapat melalui rongga panggul.
Kepala ditarik ke arah bawah dan ke arah belakang oleh pemberi jasa kesehatan untuk membantu bahu anterior muncul di bawah lengkung simfisis dan menggelincir di bawah arkus pubis. Dalam keadaan normal bahu anterior dilahirkan dengan sedikit tarikan ke bawah ke arah perineum dan untuk mencegah trauma pada perineum, kepala diangakat  ke atas ke arah simfisis pubis, sehingga bahu dilahirkan melalui perineum.
Pemberi Tekanan pada Fundus. Dengan banyaknya posisi alternatif untuk mengedan, penekanan pada fundus semakin jarang digunakan. Posisi alternatif membantu penurunan janin. Pada beberapa kasus, di mana anastesi regionl atau konduksin (epidural) diberikan, penekanan pada fundus mungkin diperlukan karena kekuatan ekspulsi (dorongan) ibu menurun. Apabila diperlukan penekanan fundus, seorang perawat yang terampil bekerja sama dengan jasa kesehatan untuk melakukan pekerjaan ini. Penekanan fundus paling sering dipakai jika terjadi distosia ringan pada bahu.
Kelahiran Tubuh dan Ekstremitas
Ekspulsi dikendalikan sehingga dapat berlangsung perlahan-lahan. Sewaktu fleksi lateral berlangsung, tangan bawah pemberi jasa kesehatan menahan berat bayi untuk menegah trauma perineum. Sedikit rotasi tubuh ke arah kanan atau kiri dapat dilakukan untuk membantu kelahiran. Waktu kelahiran yang merupakan waktu tepat ketika seluruh tubuh bayi keluar dari tubuh ibu.
Tali pusat dapat diklem pada saat ini pemberi jasa kesehatan dapat menanyakan pada pasangan wanita apakah ia ingin memotong tali pusat. Apabila ya, pemberi jasa kesehatan memberi satu gunting bersih dan memberi intruksi untuk memotong tali pusat 2,5 cm diatas klem.
Saudara Kandung Bayi pada Tahap Kedua
Seorang anak kecil dapat merasa takut karena akibat intesitas yang berlangsung pada tahap kedua. Kondisi-kondisi selaput ketuban pecah dan muncul suara, misalnya erangan, jeritan ibu, dapat membuat anak resah. Tidak jarang seorang wanita mengatakan sesuatu pada tahap kedua persalinan, yang sebernarnya tidak igin ia katakan, contohnya Saya tidak tahan lagi, keluarkan bayi ini dari saya atau Nyeri ini membuat saya mau mati. Saya akan mati. Anak yang hadir dalam persalinan perlu didampingi dan diberi penjelasan sederhana dengan sikap yang tenang. Anak mungkin ingin dipeluk.
Dalam beberapa tahun terakhir, rumah sakit kini lebih mendukung partisipasi kakak bayi dalam melihat kelahiran. Kelas persiapan bagi kakak bayi kini memberi orientasi suasana persalinan dan meminta kakak bayi menghadiri. Meskipun batas umur berbeda beda, umumnya rumah sakit tidak memperbolehkan anak berusia kurang lebih dari tiga tahun untuk menyaksikan kelahiran. Banyak rumah sakit memutuskan dapat tidaknya seorang anak melihat kelahiran berdasarkan pertimbangan individual dengan memperhatikan usia, kematangan dan persiapan anak. Efek jangka panjang pada anak usia mudah yang menyaksikan kelahiran masih belum diketahui.
Salah satu alternatif kehadiran kakak bayi pada kelahiran adalah adanya seorang yang dapat dipercaya untuk tetap bersama-sama dengan anak itu di ruang tunggu sampai kehadiran selesai. Sesudah itu anak dapat di bawa ke kamar dan melihat bayi yang digendong ibunya yang telah kembali menjadi dirinya yang normal”.
Kelahiran Darurat
Dalam keadaan di mana segala sesuatu telah dipersiapkan sebaik mungkin masih ada kemungkinan terjadi keadaan dimana perawat perinatal dibutuhkan untuk membantu kelahiran bayi tanpa bantuan medis. Bayangkan keadaan dimana seorang wanita multipara datang ke rumah sakit kecil dengan dilatasi lengkap pada tengah malam. Karena tidak mungkin mencegah kelahiran yang segera akan terjadi, perawat perinatal harus dapat bekerja dengan mandiri dan terampil untuk berhasil membantu melahirkan bayi dengan presentasi verteks.
e.       Evaluasi
            Evaluasi hasil akhir yang diharapkan merupakan aktivitas yang terus-menerus dilakukan. Setiap kali bertemu wanita dan keluarganya selama tahap kedua persalinan, perawat mengevaluasi sampai di mana hasil akhir yang telah dicapai. Contohnya, wanita yang berpartisipasi aktif dalam proses persalinan dan ia mampu meperoleh kelegaan dan dukungan dari anggota keuarga yang dipilihnya. Apabila evaluasi menunjukkan bahwa hasil akhir yang dicapai di bawah yang diharapkan maka perlu di lakukan penilaian dan perawatan bersama lebih lanjut.

Tabel 2.3 Kemajuan Tahap Kedua Persalinan Ibu
TABEL
Kemajuan Tahap Kedua Persalinan
KRITERIA
FASE 1
FASE 2
FASE 3
KONTRAKSI
Kekuatan (Intensitas)

Periode tenang fisiologis untuk semua kriteria
Sangat kuat sekali
Luar biasa kuat
Ekspulsif
Frekuensi
2 sampai 3 menit
2 sampai 21/2 menit
1 sampai 2 menit
PENURUNAN

Meningkat dan reflex Ferguson* menjadi aktif
Cepat
STASIUN
0 sampai +2
+2 sampai +4
+4 sampai lahir
SHOW: WARNA DAN JUMLAH

Aliran darah merah tua meningkat bermakna
Kepala janin terlihat pada introitus; aliran darah menyertai keluarnya kepala
USAHA MENGEDAN SPONTAN
Kecil sampai tidak ada kecuali pada puncak kontraksi terkuat
Rasa mengedan semakin tidak tertahan
Semakin meningkat
VOKALISASI
Tenang
Khawatir tentang kemajuan
Suara keras atau menghembuskan napas dengan bersuara; memberi tahu saat kontraksi muncul
Terus bersuara keras dan menghembuskan napas dengan bersuara; mungkin menjerit atau memaki-maki
PERILAKU IBU
Merasa lega setelah melalui masa transisi ke tahap kedua
Merasa letih dan mengantuk
Merasa telah menyelesaikan sesuatu dan optimis, karena “bagian tersulit telah selesai”
Merasa dapat mengendalikan diri
Merasa sangat ingin mengedan
Mengubah pola pernapasan; menahan napas emapt sampai lima detik dengan bernapas secara teratur di antaranya, lima sampai tujuh kali setiap kontraksi
Mengeluarkan suara yang keras dan menghembuskan napas dengan bersuara
Sering mengubah posisi
Menyatakan bahwa rasa nyeri sangat luar biasa
Menyatakan perasaan tidak berdaya
Menunjukkan penurunan kemampuan untuk mendengar dan berkonsentrasi dalam semua hal, kecuali dalam melahirkan
Menggambarkan adanya “lingkaran api
Sering kali menunjukkan kegembiraan luar biasa dengan keluarnya kepala
Berdasarkan data dari Aderhold, Roberts, 1991; Mahan, McKay, 1984.
*Reflek Ferguson. Tekanan bagian presentasi pada reseptor regangan dasar panggul merangsang pelepasan oksitosin dari hipofisis posterior, yang mengakibatkan kontraksi uterus semakin kuat.
Lingkaran api. Perasaan terbakar karena nyeri akut akibat regangan vagina dan muculnya kepala.
BAB III
PENUTUP
3.1.      Kesimpulan
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan, melalui jalan lahir atau melalui jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan. Tahap kedua persalinan adalah tahap dimana janin dilahirkan. Tahap ini dimulai dari dilatasi serviks lengkap (10cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Telah dijelaskan bahwa tahap ini terdiri dari dua atau tiga fase. Fase-fase ini ditandai dengan perilaku verbal dan nonverbal ibu, kondisi aktivitas uterus, keinginan untuk mengedan, dan penurunan janin.
Perawat menerapkan rencana untuk memantau secara kontinu peristiwa pada tahap kedua dan mekanisme persalinan, respon fisiologis dan respon emosi ibu pada tahap kedua serta respon janin terhadap stress pada tahap kedua.

3.2.      Saran
Untuk kedepannya, perawat atau petugas kesehatan mampu menerapkan ilmu-ilmu yang didapatnya untuk bisa menolong sesamanya agar kelak bisa menolong ibu dalam persalinan dengan tepat dan benar.





DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermilk, Jensen. 2005. Buku Ajar Keperawatan Komunitas. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC